CV Bandar Jaya Diduga Rambah Kawasan Hutan Lindung Mangrove jadi Perkebunan Sawit
TAJUK ASAHAN – Puluhan tahun hutan lindung mangrove di wilayah Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit yang di duga di kelola oleh CV Bandar Jaya, sehingga pinggiran pantai telah mengalami abrasi yang sangat luas.
Dari Informasi yang diperoleh, CV Bandar Jaya yang bergerak di perkebunan tanaman kelapa sawit diduga menguasai hutan lindung mangrove dengan luas 60 hektar di tiga desa yang berada di wilayah Kecamatan Tanjung Balai.
“Kurang lebih ada 60 hektar kawasan hutan mangrove di tiga desa yakni Desa Pematang Sei Baru, Desa Sei Apung dan Desa Asahan Mati yang di duga telah dikuasai dan di tanami kelapa sawit oleh CV Bandar Jaya,” ucap ketua Kelompok Tani Hutan dan Nelayan (KTHN) Rajawali Mandiri, Senin (13/05/2024).
Menurut Aswat, akibat alih fungsi yang dilakukan pihak CV Bandar Jaya, pinggiran pantai telah mengalami abrasi yang sangat luas, daerah benteng yang telah dibuat telah dipenuhi bahkan dilewati air laut sehingga jika masalah ini dibiarkan tanpa dilakukan perbaikan, Kecamatan Tanjung Balai ini akan tenggelam.
“Abrasi di kawasan hutan lindung mangrove yang telah dialih fungsikan perkebunan sawit oleh pihak CV Bandar Jaya semakin melebar, sehingga jarak antara lautan dan daratan semakin dekat yakni kurang lebih tinggal 10 meter saja, bila hal ini tidak segera diatasi dapat diprediksi Kecamatan Tanjung Balai akan tinggal nama karena akan di tenggelamkan air laut,’ ucapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Pematang Sei Baru DTM Ahmad Faisal saat dikonfirmasi melalui selulernya membenarkan, bahwa pinggir benteng kebun sawit milik CV Bandar Jaya sudah laut.
“Benar bang, kalau pinggir benteng diseputaran kebun sawit milik CV Bandar Jaya itu sudah laut sebelum pihak KPH memasang patok wilayah di kawasan hutan mangrove,” ucapnya.
Ahmad Faisal pun menerangkan, bahwa pihak KPH III telah memasang patok pembatas, namun tidak memberitahu kepada pihak kami selaku pemerintahan desa berapa luas hutan lindung mangrove yang ada wilayah ini.
“Karena kami tidak mengetahui berapa sebenarnya luas hutan lindung dan daratan punya desa, jadi kita tidak bisa mengklaim sama pihak perusahaan tersebut mana saja sebenarnya wilayah kawasan hutan,” jelasnya.
Terpisah, Kepala KPH III Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Djonner Edi Sipahutar saat dikonfirmasi awak media, Senin (13/05/2024) terkait adanya hutan lindung yang ditanami kelapa sawit oleh CV Bandar Jaya yang mengakibatkan abrasi daerah pinggiran laut, mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap penguasaan kawasan hutan yang telah lama dikelola oleh pihak korporasi maupun perorangan setelah dikeluarkan Undang Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) tahun 2020.
“Setelah keluarnya UU Cipta Kerja, kawasan hutan yang telah lama di kuasa pihak korporasi ataupun perorangan tidak bisa diberikan sanksi pidana, mereka disarankan untuk mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk memakai lahan yang telah mereka kuasai tersebut, dan itu akan di tinjau oleh pemerintah melalui tim yang akan dibentuk. Apabila layak akan diberikan izin untuk mengelolanya, namun jika tidak layak akan di kembalikan ke Negara,” jelas Kepala KPH Ill.
Jonner pun membenarkan, kurang lebih 29 hektar hutan lindung di wilayah Kecamatan Tanjung Balai -Asahan sudah puluhan tahun telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit namun saat ini pihak-pihak terkait (oknum pemilik lahan sawit) telah mengajukan permohonan izin kepada pemerintah.
“Pihaknya tidak mampu mengambil tindakan karena secara regulasi ataupun secara administrasi, tidak dapat berbuat apa-apa dikarenakan adanya UU Cipta Kerja yang telah mengaturnya,” ungkapnya.(Dicky)