Puluhan warga Perumahan Griya Anugerah Mlajah, Kecamatan Bangkalan, saat berkumpul Senin malam (17/11/2025).(foto: Edi)Pertemuan ini digelar sebagai upaya warga saling bertukar informasi, menyampaikan kekhawatiran, serta menyamakan persepsi atas dugaan adanya sertifikat yang tumpang tindih.
Ridwan, warga Blok B, menjelaskan bahwa persoalan ini mencuat setelah salah satu penghuni mengurus sertifikat tanahnya.
Dari proses tersebut, warga baru mengetahui bahwa lahan perumahan tersebut diduga masuk dalam kawasan hutan lindung.
“Berdasarkan yang kami ketahui, lahan di Griya Anugerah Mlajah ini masuk dalam kawasan hutan lindung. Hal ini baru kami ketahui belakangan,” ujar Ridwan.
Dia juga menambahkan, sertifikat induk lahan awalnya tercatat atas nama PT Golden Mirin. Namun kemudian lahan tersebut dijual kepada warga oleh pihak developer dan dipecah menjadi ratusan bidang.
Menurut data yang dihimpun warga, terdapat sekitar 524 hingga 527 bidang tanah di perumahan tersebut.
Dari jumlah itu, hanya 153 bidang yang sudah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), 10 bidang berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM), sementara 361 bidang lainnya masih belum memiliki sertifikat.
Kekecewaan juga disampaikan Rahmat Hidayat, warga Blok C1. Dia menilai kondisi ini sangat merugikan, terutama bagi warga yang telah melunasi pembayaran tetapi tidak kunjung menerima sertifikat.
Rahmat menyebut, berdasarkan informasi yang mereka dapatkan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Bank Tabungan Negara (BTN), kawasan tersebut ternyata termasuk dalam zona hijau.
“Kami tanya ke BPN dan BTN, ternyata tanah ini masuk zona hijau. Lalu bagaimana bisa diperjualbelikan dan BTN mengeluarkan kredit untuk itu? Kami merasa sangat dirugikan,” ungkap Rahmat.
Dia juga menegaskan, banyak warga memanfaatkan fasilitas kredit BTN untuk membeli rumah di kawasan tersebut, sehingga kabar ini semakin menambah keresahan.
Dalam pertemuan itu, warga sepakat untuk segera mengirimkan surat resmi kepada pemerintah daerah, BPN, BTN, serta pihak terkait lainnya. Mereka berharap adanya klarifikasi dan solusi konkret.
Bila komunikasi tidak membuahkan hasil, warga siap membawa kasus tersebut ke jalur hukum.
“Target kami jelas, membeli sesuatu yang legal, dengan sertifikat yang sah dan tidak abu-abu,” kata Rahmat.
Warga mendesak semua pihak, termasuk PT Golden Mirin, BTN, BPN Bangkalan, dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, untuk bertanggung jawab atas persoalan ini.
Mereka mengaku awam terhadap persoalan legalitas pertanahan, namun tetap berharap mendapatkan kepastian serta keadilan atas hak mereka sebagai konsumen.
“Kami hanya ingin kejelasan dan kepastian hukum,” tutup salah satu warga.(Edi)