Sejak 2020-2024 Dana Hibah KONI Rp.35 Miliar Mengalir ke 37 Cabor Diduga Fiktif, Kejari Asahan Diminta Periksa Ketua KONI

TAJUK ASAHAN – Dunia olahraga selalu diidentikan dengan nilai kejujuran dan sportivitas. Sayangnya, kenyataan ini tak selalu sesuai. Nilai kejujuran dan sportivitas yang digembor-gemborkan seringkali hanya menjadi slogan di spanduk-spanduk atau pidato yang disampaikan dalam acara olahraga. Setidaknya, nilai tersebut tidak tercermin dalam kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi disektor olahraga.

Fenomena warisan dana hibah KONI Asahan yang ditampung lewat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Asahan tahun anggaran 2020-2024 senilai Rp.35 miliar diduga mengalir ke sejumlah oknum-oknum tertentu. Bahkan, dana hibah KONI Asahan diduga adanya lobi-lobi dan bagi-bagi untuk meloloskan anggaran ini. Kata Ketua DPW Lembaga Monitoring Hukum dan Anggaran Indonesia Sumatera Utara (Sumut), Alex Margolang, SH, Senin (14/07/2025) di Kisaran.

Fantastis bukan, dana hibah puluhan miliar ini diduga “digerogoti” oleh oknum penguasa. Entah benar atau tidak, ini menjadi tugas dan tanggungjawab aparatur hukum untuk mengusutnya. Pasalnya, dana hibah KONI Asahan setiap tahunnya dianggarkan mencapai miliaran rupiah ini diduga adanya pundi-pundi kepentingan oknum tertentu untuk menikmatinya, ujarnya.

Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan, KONI Kabupaten Asahan menerima bantuan dana hibah sejak 2020 senilai Rp.7 miliar, tahun 2021 Rp.6,5 miliar, tahun 2022 Rp.6,5 miliar, tahun 2023 Rp.7 miliar dan tahun 2024 Rp.8 miliar. Tahun 2025, dana hibah KONI Asahan Rp.8 miliar. Jadi total dana hibah KONI Asahan selama 6 tahun yang dikelola bung Harris, ST, mencapai Rp.43 miliar.

Anggaran ini kan cukup besar. Jadi, tak heran jika dana hibah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan yang dialokasikan ke KONI Asahan bertujuan untuk mendukung kegiatan program olahraga khususnya pembinaan dan pengembangan olahraga yang berprestasi diduga dimanfaatkan oleh sekelompok oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan pribadi maupun kelompok, cetusnya sedikit kritik.

“Rapat Kerja Kabupaten (Rakerkab) KONI Asahan yang digelar disalah satu Hotel Danau Toba selama dua hari sejak tanggal 4 sampai 5 Juli 2025 kemarin diduga menelan anggaran mencapai Rp.500 juta dan disinyalir ada bagi-bagi disana. Padahal, dana hibah KONI ini peruntukannya adalah untuk operasional, pembangunan dan pembinaan olahraga bagi atlet yang berprestasi,” cetusnya keheranan.

Dana hibah dapat digunakan untuk pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang olahraga, seperti pelatih, wasit dan tenaga pendukung lainnya bahkan untuk mendukung partisipasi atlet dalam berbagai kompetisi olahraga, baik tingkat daerah, nasional maupun internasional. Akan tetapi, apakah semua kegiatan ini dilaksanakan atau jangan-jangan hanya diatas kertas belaka, ujarnya.

“Penting untuk dicatat, dana hibah KONI dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Pemerintah daerah biasanya memiliki aturan tersendiri terkait penggunaan termasuk pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan yang transparan dan akuntabel,” terang Alex.

Dengan demikian kata dia, dana hibah KONI Kabupaten Asahan memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan olahraga dan mendukung pencapaian prestasi dibidang olahraga di Asahan. Dugaan korupsi dana hibah KONI seringkali melibatkan penyalahgunaan dan penyimpangan dalam penyaluran dana hibah yang bersumber lewat APBD Asahan sejak ini digulirkan.

Alex menjelaskan,  beberapa modus yang umum terjadi adalah penyaluran dana kepada pihak yang tidak berhak, penggunaan dana yang tidak sesuai dengan peruntukan yang disepakati dalam (RAB), serta adanya dugaan manipulasi bukti pertanggungjawaban penggunaannya. Selain itu, praktik suap dalam proses pengajuan dan penetapan penerima hibah juga sering terjadi, tuturnya.

Dimana, kedekatan dan kepentingan pribadi menjadi salah satu faktor penentu untuk lobi-lobi anggaran dengan penguasa di daerah. Beberapa modus yang sering digunakan dalam dugaan korupsi dana hibah KONI yaitu penyaluran dana kepada pihak yang tidak berhak atau tidak tepat sasaran. Dana hibah seharusnya disalurkan kepada organisasi atau kegiatan yang berhak menerima sesuai dengan proposal dan rencana yang disetujui, bebernya.

Namun praktiknya kata dia, dana hibah ini bisa saja disalurkan kepada pihak-pihak lain yang tidak memiliki kaitan dengan kegiatan tersebut dan bahkan fiktif. Misalnya, penggunaan dana tidak sesuai peruntukan. Setelah dana cair, penggunaan dana hibah diduga seringkali tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah disepakati berdasarkan NPHD.

Bukti penggunaan dana hibah yang diajukan juga seringkali tidak lengkap atau bahkan di manipulatif seperti hanya berupa kuitansi tanpa dokumen pendukung lainnya hingga

memanipulasi dokumen pertanggungjawaban.

Dan untuk menutupi penyalahgunaan dana hibah tersebut, pelaku seringkali diduga memanipulasi dokumen pertanggungjawaban, cetus Alex.

Dikatakan Alex, dugaan pemalsuan bisa berupa tanda tangan, penggunaan kwitansi fiktif dan atau penggelembungan nilai belanja. Dugaan manipulasi data ini bisa saja terjadi dilakukan tak luput dari praktik suap dan nepotisme. Proses pengajuan dan penetapan penerima hibah kepada Cabor ini seringkali tidak transparan.

“Menurutnya, terkadang adanya dugaan praktik suap dimana pihak-pihak tertentu memberikan imbalan agar proposal para Cabor yang diajukan mereka ke KONI disetujui dan kemudian mendapatkan alokasi dana yang jumlahnya lebih besar,” ujarnya.

Penetapan penerima hibah juga bisa didasarkan pada kedekatan hubungan atau kepentingan pribadi. Kurangnya pengawasan dan evaluasi. Lemahnya pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan dana hibah juga menjadi faktor pendorong terjadinya dugaan korupsi. Jika tidak ada pengawasan yang ketat, pelaku korupsi akan lebih leluasa untuk menyalahgunakan dana hibah, katanya.

“Kita berharap, dengan sejumlah kasus-kasus dugaan korupsi dana hibah KONI didaerah ini menjadi salah satu bahan pembanding pihak Kejaksaan Negeri Asahan untuk melakukan pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan terhadap Ketua KONI Asahan serta 37 Cabor penerima hibah diduga fiktif yang tidak jelas kegiatannya kapan dan dimana dilaksanakan. Karena itu, kita desak agar Kejari Asahan memeriksanya,” tutur Alex.

Menurutnya, modus yang diduga mereka gunakan biasanya melaporkan dugaan kegiatan fiktif dan pembayaran ganda transportasi pengurus KONI. Alhasil, negara dirugikan hingga mencapai puluhan miliar rupiah. Jika merujuk kepada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan hasil pemeriksaan baik di tingkat pusat maupun daerah atas penggunaan dana hibah keolahragaan, setidaknya ada 3 hal yang selalu menjadi temuan.

Pertama kata Alex, seringkali tidak ada proses evaluasi/ penilaian atas kelayakan usulan hibah yang disampaikan ke pemberi hibah. Biasanya hal ini diikuti juga dengan praktik suap dari calon penerima hibah agar mendapatkan alokasi. Pada akhirnya, penerima hibah ditetapkan berdasarkan kedekatan dan siapa yang bisa memberikan keuntungan bagi pemberi hibah.

Kedua, penggunaan dana hibah tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti yang lengkap. Biasanya, bukti yang diberikan hanya berupa kuitansi tanpa dilengkapi dokumen pendukung lainnya. Ketiga, penggunaan dana hibah tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) penggunaan dana hibah yang sudah ditetapkan sebelumnya sesuai NPHD. Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pemkab Asahan dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Asahan ini perlu dikaji ulang.

Dana hibah ini biasanya dicairkan secara bertahap, sesuai dengan jadwal dan ketentuan yang tertuang dalam NPHD. Memang, dana hibah ini sangat penting bagi KONI untuk membiayai berbagai kegiatan olahraga seperti pelatihan atlet, pembinaan cabang olahraga serta mengikuti kompetisi dan turnamen. Faktanya, apakah demikian dilaksanakan, tanya warga Kota Kisaran ini.

“Meskipun NPHD ini disepakati, adanya dugaan naskah perjanjian hibah ini hanyalah diatas kertas belaka namun penuh perekayasaan semata. NPHD Pemkab Asahan dengan KONI Kabupaten Asahan ini perlu dikaji ulang. Tahun 2024, setidaknya ada 37 Cabang Olahraga (Cabor) dibawah naungan KONI Asahan entah itu aktif atau fiktif yang jelas menerima hibah,” tutupnya.

Menyikapi dugaan praktik bagi-bagi dana hibah KONI mengalir ke sejumlah oknum-oknum tertentu hingga ke penguasa, Ketua KONI Kabupaten Asahan, Harris, ST yang dicoba dikonfirmasi wartawan ini berulang-ulang lewat WhatsApp miliknya terkesan tutup mulut.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Asahan, Drs Witoyo, saat dimintai tanggapannya terkait soal adanya dugaan bagi-bagi dan setoran dana hibah mengalir ke oknum pejabat penguasa  Pemkab dan DPRD Asahan. Hingga berita ini ditulis, Wiyoto masih belum berkomentar. Padahal, konfirmasi wartawan di WhatsApp Kadis ini centang dua warna biru dan telah dibaca.

Memastikan realisasi pertanggungjawaban keuangan dana hibah KONI tahun sejak 2020-2024 senilai Rp.35 miliar mengalir ke 37 Cabor di bawah naungan KONI Asahan dipergunakan untuk kegiatan apa saja, berapa besaran bantuan proposal sejumlah Cabor, dimana dan kapan kegiatan Cabor ini dilaksanakan setiap tahunnya. Sekretariat BKAD Kabupaten Asahan, Sri Lusi Masdiany, yang dicoba dikonfirmasi melalui WhatsApp mengatakan bentar di cek ya. Hingga berita ini ditulis, Lusi belum menjelaskan secara rinci.

Beberapa contoh kasus dugaan korupsi dana hibah KONI ditanah air yang terjadi disejumlah daerah di indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak 2010 hingga 2019, paling tidak ada 78 kasus dugaan korupsi di sektor olahraga. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 865 miliar dan nilai suap cukup fantastis mencapai sebesar Rp. 37,6 miliar. (Dicky)