Tim Kuasa Hukum Anggap Proses Eksekusi Tanah Tambak Oso Tidak Sesuai Prosedur
TAJUK SIDOARJO – Sekitar 2.000 massa hadir untuk mempertahankan tanah milik Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah di Desa Tambak Oso, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (18/6/2025).
Kehadiran mereka untuk menghadang juru sita Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo yang telah mengabulkan permohonan eksekusi oleh PT Kejayan Mas atas dasar putusan Perkara Perdata yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana putusan No. 245/Pdt.G/2019/PN.Sda. jo. No. 419/PDT/2020/PT.Sby. jo.No 598 K/PDT/2021.
Pada pukul 08.00 hingga 11.00 WIB sempat terjadi ketegangan antara massa dan aparat TNI-Polri yang mengawal Juru Sita PN Sidoarjo yang berupaya masuk objek sengketa untuk membacakan risalah eksekusi. Akhirnya, aparat dan Juru Sita PN Sidoarjo meninggalkan lokasi menggunakan mobil patwal sekitar pukul 11.00 WIB.
Beberapa saat setelah itu, sekitar pukul 13.42 WIB Tim Kuasa Hukum Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah menerima kiriman foto bergambar Tim Juru Sita PN Sidoarjo didampingi anggota Polri dan TNI telah membacakan Risalah Eksekusi. Pembacaan eksekusi terlihat dengan posisi di luar pagar objek sengketa.
“Eksekusi tersebut kami anggap sarat dengan aksi kamuflase dan tidak memenuhi syarat dan ketentuan Eksekusi Riil sebagaimana ketentuan hukum yang ada,” jelas Tim Kuasa Hukum Miftahur Roiyan dan Elok Wahiba, Andi Fajar Yulianto, Kamis (19/6/2025).
Dia menjelaskan, berdasarkan pasal 218 ayat (2) RBg, secara etimologi Eksekusi Riil pada pokok intinya apabila memang tidak dapat dilaksanakan secara suka-rela penyerahan dari pihak yang dianggap kalah menurut putusan, maka dilaksanakan eksekusi paksa dengan proses “pengosongan, pembongkaran sampai proses penyerahan pada pihak Pemohon”. Hal itu tidak terjadi dalam proses yang diklaim telah terjadi eksekusi.
Fakta di lapangan, lanjutnya, tidak ada perubahan sama sekali terhadap objek sengketa. Tidak ada perubahan, pembongkaran hingga proses pengosongannya.
Mengingat objek tersebut masih dalam penguasaan Miftahur Roiyan, yang di dalamnya masih ada penjaga lahan yang menduduki dan menjadi area beternak kambing.
“Menurut kami, eksekusi tersebut belum pernah terjadi karena tidak terpenuhinya unsur unsur tersebut. Belum lagi, ternyata Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi pada pihak-pihak termohon tidak memenuhi unsur kepatutan. Surat baru kami terima kurang dari dua hari, sehingga ini juga mengandung cacat prosedur. Bahkan Miftahur Roiyan baru menerima surat fisik pemberitahuan eksekusi pada Hari H eksekusi, yakni tanggal 18 Juni 2025 pukul 10.00 WIB. Padahal surat tersebut tertanggal 12 Juni 2025,” tambah Andi Fajar Yulianto.
Mengingat proses eksekusi yang dianggap tak sesuai prosedur hukum, maka Andi Fajar menyatakan, bahwa tidak ada eksekusi.
“Klien kami juga akan bertahan menduduki dan tetap menguasai objek dimaksud dan selama ini memang tidak pernah beralih penguasaannya kepada pihak siapa pun,” paparnya.
Dia menambahkan, upaya Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo menyebarluaskan, bahwa telah terlaksana eksekusi terhadap lahan di Tambak Oso tersebut, maka menurutnya ada potensi pembenturan langsung PT Kejayan Mas dengan pihak kliennya yang dapat menimbulkan persoalan baru. PN Sidoarjo dianggapnya seolah cuci tangan .
Seperti diketahui, alasan hukum Miftahur Roiyan mempertahankan Objek tersebut atas dasar Putusan Perkara Pidana No. 236/ Pid.B/ 2021/PN. Sda. Jo. 873 /PID/2021, jo Putusan MA 32 K/Pid/2022. Jo. Pk 21 PK/Pid/2023 yang jelas dan gamblang amar putusan tersebut.
Putusan menyebutkan, Agung Wibowo telah dinyatakan bersalah dan telah menjalani putusan pidana, karena terbukti dengan sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana penipuan dalam rangkaian jual beli terhadap proses transaksi jual beli pada objek yang sama sebagaimana dimaksud dalam perkara perdata tersebut.
Berdasarkan putusan tersebut, Kejaksaan Negeri Sidoarjo wajib mengembalikan tiga sertifikat SHGB atas nama PT Kejayan Mas pada Miftahur Roiyan dan Elok Wahiba.
Lebih lanjut Andi Fajar menyebutkan, PengadilLebih lanjut Andi Fajar menyebutkan, Pengadilan Negeri Sidoarjo telah mengeluarkan dua putusan berkekuatan hukum di atas, maka pihaknya menuntut kehadiran negara dalam upaya mendapatkan hak sekaligus perlindungan hukum.
“Untuk ini, kami akan tempuh upaya hukum lanjutan, dan melaporkan pihak Pengadilan Negeri Sidoarjo pada Mahkamah Agung dan pihak-pihak sebagai pengawas profesi, seperti Komisi Yudisial, Komnas HAM, Ombudsman, dan pihak pihak terkait,” tutupnya.(Redho)